JAKARTA - Di Senayan, suara lantang anggota Komisi XI DPR, Fathi, menampar wajah lembaga yang mengatur napas moneter negeri. Kredit mengalir deras ke korporasi besar, sementara UMKM—tulang punggung ekonomi—hanya kebagian remah.
Rapat kerja Komisi XI DPR RI dengan Gubernur Bank Indonesia di Gedung Nusantara I, Jakarta, Senin (22/9/2025), berubah jadi ruang kritik pedas. Fathi menyoroti fenomena undisbursed loan atau kredit yang tak kunjung cair meski nilainya mencapai ribuan kasus.
“Ada 2.373 undisbursed loan, mayoritas justru berasal dari industri, pertambangan, dan perdagangan besar,” katanya, Senin (22/9/2025).
Ironinya, kata dia, likuiditas yang berlimpah itu tak menyentuh sektor yang paling membutuhkan: UMKM.
Fathi menyebut kondisi ini sebagai paradoks sistem pembiayaan nasional.
“UMKM dan pedagang kecil menghadapi keterbatasan luar biasa untuk mengakses modal. Kredit murah dan terjangkau masih sebatas jargon,” ujarnya.
Politikus itu menuntut Bank Indonesia keluar dari zona nyaman. Ia menyinggung keberhasilan QRIS yang mendunia sebagai contoh terobosan yang nyata.
“Kita menunggu gebrakan serupa untuk membuka kran kredit inklusif bagi UMKM,” ucapnya.
Tak berhenti di situ, Fathi juga mengkritisi kebijakan BI yang menurunkan suku bunga acuan hingga enam kali. Alih-alih menetes ke sektor riil, bank justru terpikat instrumen pemerintah yang menawarkan imbal hasil lebih menggiurkan.
“Izin usul, mungkin perlu ada pembatasan imbal hasil instrumen pemerintah. Kalau bunga kredit lebih rendah, UMKM bisa bernapas lega, tak lagi bergantung pada KUR semata,” katanya. (git)