JAKARTA - Di tengah sorak-sorai publik menanti lahirnya RUU Perampasan Aset, anggota Komisi III DPR, Hinca Panjaitan, justru mengangkat bendera kuning: jangan buru-buru, sebab tanpa payung hukum acara yang kokoh, aturan itu bisa berubah menjadi alat represif.
Hinca menegaskan bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset harus berjalan beriringan dengan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut politikus Partai Demokrat itu, KUHAP adalah fondasi yang akan menentukan batas dan arah aparat penegak hukum ketika mengeksekusi aturan perampasan aset.
“RUU ini sudah diminta masyarakat, Presiden pun sudah menyerahkan ke DPR. Kami tentu merespons dengan cepat. Tapi harus paralel dengan KUHAP,” ujar Hinca di Jambi, Jumat, 12 September 2025.
Ia mengingatkan risiko abuse of power jika aparat diberi kewenangan besar tanpa kontrol jelas.
“Power yang tidak dikontrol cenderung disalahgunakan. KUHAP yang akan jadi remnya,” katanya.
Menurut Hinca, substansi perampasan aset sejatinya sudah terserak di berbagai regulasi: mulai dari Undang-undang Tindak Pidana Korupsi, Undang-undang Kejaksaan, hingga aturan lain.
Pekerjaan rumah DPR, kata dia, adalah merunut pasal-pasal itu dan merangkumnya ke dalam satu undang-undang, disertai tata cara penegakan yang diatur KUHAP.
Soal mekanisme pembahasan, ia membuka kemungkinan RUU itu dibahas di Badan Legislasi maupun di Komisi III. “Kalau pimpinan menyerahkan ke Komisi III, kami siap,” ujarnya. (hum)